LAPORAN MAGANG
Plasma
Nutfah
Plasma Nutfah merupakan
substansi yang mengatur perilaku kehidupan secara turun termurun, sehingga
populasinya mempunyai sifat yang membedakan dari populasi yang lainnya.
Perbedaan yang terjadi itu dapat dinyatakan, misalnya dalam ketahanan terhadap
penyakit, bentuk fisik, daya adaptasi terhadap lingkungannya dan sebagainya.
Sedangkan menurut Pengertian atau Definsi yang terdapat pada Kamus Pertanian
adalah substansi sebagai sumber sifat keturunan yang terdapat di dalam setiap
kelompok organisme yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan atau dirakit agar
tercipta suatu jenis unggul atau kultivar baru.
Pengelolaan plasma
nutfah yang dilakukan dengan baik adalah cara untuk melindungi kelestarian
genetik serta memelihara keragamannya, sehingga dapat dicegah kehilangannya
plasma nutfah yang potensial untuk pemuliaan tanaman di masa depan. Eksistensi
beberapa plasma nutfah menjadi rawan dan langka, bahkan ada yang telah punah
akibat pemanfaatan sumber daya hayati dan penggunaan lahan sebagai habitatnya.
Semua ini disebabkan oleh perbuatan manusia. Kebijakan pembangunan yang kurang
memperhatikan kelestarian lingkungan pun turut berperan dalam proses kepunahan
plasma nutfah tersebut. Dengan semakin banyaknya permasalahan konservasi plasma
nutfah terutama di daerah-daerah rawan erosi plasma nutfah perlu penanganan
permasalahan tersebut tidak mungkin hanya ditangani Komisi Nasional Plasma
Nutfah. Masalah lain yang tidak kalah penting adalah perangkat hukum tentang
pengamanan hayati. Para pakar sangat mendukung upaya penyusunan peraturan hukum
tentang pengamanan hayati, sesuai komitmen Protokol Cartagena 2000. Namun
rancangan undang-undang (RUU) tersebut hendaknya diintegrasikan dan selaras
dengan UU tentang pelestarian plasma nutfah (Sastrapradja, 1993).
Karakteristik plasma
nutfah merupakan kegiatan penting yang dapat dilakukan melalui dua pemdekatan,
yaitu berdasarkan ciri fenotif dan genotif. Ciri fenotif terutama yang bersifat
kualitatif perlu diidentifikasi karena selain menjelaskan keragaman tanaman
secara mudah, ciri ini menurut kasno ( 1994 ) sering digunakan sebagai penciri
utama gentip karena ciri tersebut tidak atau sedikit sekali dipengaruhi oleh
lingkungan serta mudah sekali diwariskan. Sedangkan data fenotif kuantitatif
umumnya dikendalikan oleh banyak gen dan penampilan sifat tersebut merupakan
hasil interaksi faktor genetik dan lingkungan (Suwarso, 1999).
Pengertian Benih
Dalam
pengertian ilmu tumbuhan (botany) atau tepatnya secara embriologis,yang
dimaksud dengan benih adalah biji yang berasal dari ovule. Ovule dalam
pertumbuhannya setelah masak lalu menjadi biji (seed) , sedangkan integumennya
menjadi kulit biji dan ovary menjadi buah.jadi dapat dikatakan bahwa istilah
benih mempunyai pengertian lebih bersifat agronomis, sedangkan biji lebih
bersifat biologis ( Murniati dkk, 1990 )
Menurut
Kamil (1979) dalam bahasa Indonesia, di bidang pertanian, benih sinonimous
dengan biji atau tampang, yang dalam bahasa inggris dipakai istilah seed atau
grain. Benih atau biji mempunyai arti dan pengertian bermacam – macam,
tergantung dari bidang dan segi mana peninjaunnya. Akan tetapi dalam bidang
bercocok tanam yang dimaksud dengan benih adalah fase generatif dari siklus
kehidupan tumbuhan yang dipakai untuk memperbanyak dirinya secara generatif.
Penyimpanan Benih
Penyimpanan benih (seed storage) merupakan upaya dalam pemecahan
masalah penyediaan benih. Mengingat kebanyakan jenis pohon hutan tidak berbuah
sepanjang tahun, maka diperlukan suatu cara penyimpanan yang baik yang dapat
menjaga kestabilan benih baik jumlah maupun mutunya.
Penyimpanan dalam rangka pembenihan mempunyai arti yang luas, karena yang diartikan penyimpanan di sini adalah sejak benih itu mencapai kemasakan fisiologisnya sampai ditanam. Adapun tempat dan waktunya bisa terjadi ketika benih masih berada pada tanaman, di gudang penyimpanan atau dalam rangka pengiriman benih itu ke tempat atau daerah yang memerlukan. Selama dalam penyimpanan karena pengaruh beberapa faktor, mutu benih akan mengalami kemunduran (Kartasapoetra, 2003).
Penyimpanan dalam rangka pembenihan mempunyai arti yang luas, karena yang diartikan penyimpanan di sini adalah sejak benih itu mencapai kemasakan fisiologisnya sampai ditanam. Adapun tempat dan waktunya bisa terjadi ketika benih masih berada pada tanaman, di gudang penyimpanan atau dalam rangka pengiriman benih itu ke tempat atau daerah yang memerlukan. Selama dalam penyimpanan karena pengaruh beberapa faktor, mutu benih akan mengalami kemunduran (Kartasapoetra, 2003).
Selama
penyimpanan benih, proses fisiologis tetap berlangsung sehingga harus
diusahakan agar proses ini berjalan seminimal mungkin (Hendarto, 1996). Tujuan
utama penyimpanan benih adalah untuk mempertahankan viabilitas benih selama
periode simpan yang lama, sehingga benih ketika akan dikecambahkan masih
mempunyai viabilitas yang tidak jauh berbeda dengan viabilitas awal sebelum
benih disimpan.
Ketahanan
benih untuk disimpan beragam tergantung dari jenis, cara dan tempat penyimpanan
(Sutopo, 1988). Dalam kegiatan penanganan benih, secara umum benih
dikelompokkan ke dalam dua golongan utama sesuai dengan kondisi penyimpanan
yang dituntut, yaitu benih recalsitrant dan benih orthodox (Roberts, 1973a
dalam Schmidt, 2000). Benih orthodox mampu disimpan dalam waktu yang lama pada
kadar air benih yang rendah (2 – 5%) dan suhu penyimpanan yang rendah. Benih
recalsitrant adalah benih yang viabilitasnya segera turun sampai nol jika
disimpan dalam waktu yang lama dan kadar air yang rendah (Roberts, 1973 dalam
Anonimous, 2010).
Pada
benih recalsitrant, kadar air benih pada waktu masak lebih dari 30% sampai 50%,
dan sangat peka terhadap pengeringan di bawah 12% sampai 30%. Kelompok species
yang benihnya tahan terhadap pengeringan sampai kadar air benih yang rendah
seperti pada benih orthodox, tetapi sangat peka terhadap suhu penyimpanan yang
rendah, belakangan ini dikelompokkan dalam benih intermediate (Ellis et al.,
1990 dalam Schmidt, 2000).
Menurut
Schmidt (2000) dalam anonymous 2010, benih orthodox tahan terhadap pengeringan
dan suhu penyimpanan yang rendah, yaitu pada suhu 0 – 5o C dengan kadar air
benih 5 – 7%. Dalam kondisi penyimpanan yang optimal, benih yang orthodox akan
mampu disimpan sampai beberapa tahun. Pada saat masak, kadar air benih pada
kebanyakan benih orthodox sekitar 6 – 10%. Benih orthodox banyak ditemukan pada
zona arid, semi arid dan pada daerah dengan iklim basah, di samping itu juga
ada yang ditemukan pada zona tropis dataran tinggi.
Benih
recalsitrant didefinisikan sebagai benih yang tidak tahan terhadap pengeringan
dan suhu penyimpanan yang rendah, kecuali untuk beberapa species temperate
recalsitrant. Tingkat toleransinya tergantung dari species masing-masing, umtuk
benih species dari daerah tropik kadar air benih yang dianjurkan untuk
penyimpanan adalah 20 – 35% dan suhu penyimpanan 12 – 15° C. kebanyakan benih
recalsitrant hanya mampu disimpan beberapa hari sampai dengan beberapa bulan.
Benih recalsitrant pada waktu masak, kadar air benih sekitar 30 – 70%. Benih
recalsitrant banyak ditemukan pada species dari zona iklim tropis basah, hutan
hujan tropis, dan hutan mangrove, beberapa ditemukan pada zona temperate dan
sedikit ditemukan pada zona panas.
Faktor
– faktor yang mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan dibagi menjadi
faktor internal dan eksternal. faktor internal mencangkup sifat genetik, daya
tumbuh dan vigor, kondisi kulit dan kadar air benih awal. Faktor eksternal
antara lain kemasan benih , komposisi gas, suhu dan kelembaban ruang simpan (
Anonymous, 2009 )
Pengujian Mutu Benih
Pengujian mutu benih merupakan salah satu bagian yang sangat
penting dari suatu proses produksi benih di samping pemeriksaan lapangan,
penanganan hasil produksi dan pelabelan. Laboratorium berperan besar dalam
menyajikan data hasil uji yang tepat, akurat dan tak terbantahkan baik secara
ilmiah maupun hukum, dimana data tersebut harus memenuhi persyaratan :
a. Obyektif,
data yang dihasilkan harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
b. Representatif, data mewakili lot benih.
c. Teliti dan tepat data terjamin kebenarannya.
d. Tepat waktu sesuai dengan kebutuhan pada sat
tertentu.
e. Releven, menunjang persoalan yang dihadapi.
Data hasil pengujian contoh benih mencerminkan mutu lot
benih, dimana contoh tersebut diambil dan dari kata tersebut dapat ditentukan
masa berlaku label. Adapun faktor yang menentukan kebenaran dan kehandalan
pengujian yang dilakukan laboratorium, yaitu:
a.
Personal yang kompeten.
b.
Kondisi akomodasi dan lingkungan.
c.
Metode pengujian dan validasi metoda.
d.
Peralatan yang terkalibrasi dan terawat.
e.
Ketetelusuran pengujuran.
f.
Tata cara Pengambilan contoh yang benar.
g.
Penanganan terhadap contoh yang akan diuji.
h.
Jaminan mutu hasil pengujian.
i.
Laporan hasil uji.
Adapun jaminan mutu hasil pengujian merupakan salah satu
persyaratan teknis yang harus dipenuhi dalam penerapan SNI ISO/IEC 17025 :
2008. Pengujian yang dilakukan oleh laboratorium penguji benih merupakan bagian
dari pengambilan keputusan yang sangat penting sehingga diperlukan suatu
mekanisme untuk membantu keabsahan data yang dikeluarkan laboratorium yang
bersangkutan.
Pengujian benih laboratoris bertujuan untuk mendapatkan
keterangan tentang mutu suatu kelompok benih yang digunakan untuk keperluan
sertifikasi, pelabelan atau ceking mutu.
Macam – Macam Pengujian Mutu Benih
a) Pengujian Rutin
Yaitu
pengujian untuk keperluan pengisian atau pengecekan data label yang terdiri
dari :
1.
Penetapan
Kadar Air
Tujuan untuk menentukan kadar air benih dengan
menggunakan metoda yang sesuai untuk pengujian rutin. Definisi yang dimaksud
kadar air benih adalah berat air yang hilang karena pengeringan sesuai dengan
aturan yang ditetapkan kadar air benih dalam % terhadap berat awal contoh
benih.
Kadar air adalah hilangnya berat
ketika benih dikeringkan sesuai dengan teknik atau metode tertentu. Metode
pengukuran kadar air yang diterapkan dirancang untuk mengurangi oksidasi,
dekomposisi atau hilangnya zat yang mudah menguap bersamaan dengan pengurangan
kelembaban sebanyak mungkin (ISTA, 2006). Dalam penentuan uji kadar air
digunakan 2 metode oven, yaitu metode temperatur rendah 103±2°C dan metode
temperatur tinggi 130 - 133°C. Kedua metode tersebut dapat digunakan dalam
penentuan kadar air (Mugnisjah dkk, 1995).
Metode pengeringan oven telah
mempertimbangkan bahwa hanya air saja yang diuapkan selama pengeringan. Namun,
bagaimanapun juga senyawa yang mudah menguap mungkin ikut menguap yang akan
menyebabkan hasil pengukuran over estimation. Sebagai contoh, pada beberapa
benih Abies sebagian resin ikut menguap ketika benih dibelah sehingga kadar air
yang dihasilkannya lebih tinggi (Bonner, 1991 dalam Poulsen, 1994). Dengan
demikian, kadar air yang ditentukan dengan metode oven mungkin saja tidak
merepresentasikan kadar air benih yang sesungguhnya (Poulsen, 1994). Namun,
bagaimanapun juga metode pengeringan oven merupakan metode yang digunakan
sebagai metode standar (Edwards, 1987; ISTA, 1999; ISTA 2006) bila dibandingkan
dengan metode lainnya yang masih harus dikalibrasi. Pemilihan metode pengukuran
kadar air yang paling tepat adalah apabila cara tersebut mampu memberikan nilai
kadar air tertinggi (Willan, 1985).
Adanya banyak air dalam benih, maka
pernafasan akan dipercepat sehingga benih akan banyak kehilangan energi.
Pernafasan yang hebat disebabkan oleh air yang ada dalam biji dan temperatur
lingkungan. Penyimpanan benih yang baik harus memperhatikan dua hal, yaitu
sifat asli benih dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi benih. Antar
kedua hal tersebut terdapat hubungan erat yang dapat mempunyai pengaruh yang
menguntungkan atau merugikan terhadap viabilitas benih.
Jika kadar air benih lebih rendah
daripada tingkat keseimbangannya dengan kelembaban udara, maka benih akan
menyerap uap air dari udara. Sebaliknya jika kadar air benih lebih tinggi
daripada tingkat keseimbangan dengan kelembaban udara, maka kadar air benih
akan turun atau benih melepaskan uap air ke udara. Keseimbangan antara kadar
air benih dengan kelembaban udara relatif dalam penyimpanan dilukiskan dalam
kurva keseimbangan higroskopis.
2. Pengujian
Kemurnian
Tujuan untuk
menentukan % komposisi berdasarkan berat contoh yang diuji dan berdasarkan
fakta untuk menentukan komposisi lot benih dan mengidentifikasi berbagai
spesies benih dan kotoran benih dalam contoh benih.
Prinsipnya memisahkan contoh benih dalam 3 komponen yaitu : Benih Murni,
Benih Tanaman Lain dan Kotoran Benih selanjutnya ke 3 komponen tersebut di %
berdasarkan beratnya.
3. Pengujian
Daya Berkecambah
Pengujian
ini dilakukan untuk menentukan potensi perkecambahan maksimum dari suatu lot
benih, yang dapat digunakan untuk membandingkan mutu benih dari lot yang
berbeda.
Pengujian pada kondisi lapangan biasanya tidak memberikan hasil yang
memuaskan karena tidak dapat diulang dengan hasil yang akurat. Oleh karena itu
metoda pengujian laboratorium telah dikembangkan dimana kondisi lingkungan
dikendalikan sedemikian rupa untuk mendapatkan tingkat perkecambahan yang
optimal.
Pengujian daya kecambah adalah mengecambahkan benih
pada kondisi yang sesuai untuk kebutuhan perkecambahan benih tersebut, lalu
menghitung presentase daya berkecambahnya. Persentase daya berkecambah
merupakan jumlah proporsi benih-benih yang telah menghasilkan perkecambahan
dalam kondisi dan periode tertentu.
Tujuan dari pengujian daya
berkecambah adalah :
a) Memperoleh informasi nilai penanaman
benih dilapangan
b) Membandingkan kualitas benih antar seed lot (kelompok benih)
c) Menduga storabilitas (daya simpan)
benih
d) Memenuhi apakah nilai daya berkecambah benih telah memenuhi peraturan
yang berlaku.
Hal yang
pertama dilakukan untuk uji daya kecambah yaitu, menentukan contoh kerja untuk
uji daya kecambah. Contoh uji merupakan benih murni (benih
yang tidak tercampur dengan benih jenis lain dan atau kotoran) yang diambil
dari benih komposit. Contoh uji untuk perkecambahan adalah 100 butir untuk
setiap ulangan (4 ulangan tiap kelompok benih).
Penentuan
metode uji perkecambahan dilakukan dengan menguji 3 faktor yang mempengaruhi
perkecambahan, yaitu media tabur/metode perkecambahan, perlakuan pendahuluan,
dan lingkungan perkecambahan. Media tabur meliputi pasir, tanah, cocopeat,
arang aktif, dan campurannya), sedangkan metode uji meliputi uji di atas kertas
(UDK), uji antar kertas (UAK) dan uji kertas digulung didirikan dalam plastik
(UKDdp). Perlakuan pendahuluan disesuaikan dengan karakter benihnya, seperti
perlakuan rendam air dingin 24 jam, rendam air panas (80°C) dan dibiarkan
dingin selama 24 jam, rendam-jemur selama 1 hingga 6 hari, pengikiran kulit
benih pada bagian ujung kotiledon, perendaman dalam H2SO4 (2 N
selama 24 jam dan 20 N selama 30 menit – 1 jam) dan perendaman dalam KNO3 0,2%,
dan perendaman dalam larutan GA3 0,05%.
Metode uji
perkecambahan benih di laboratorium ditujukan untuk mengetahui jumlah maksimal
benih yang dapat berkecambah pada kondisi optimal (Scholer dan Stubsgaard,
1994). Metode uji di laboratorium merupakan metode yang memberikan kondisi yang
terkontrol yang memungkinkan benih dapat tumbuh serempak, cepat dan
sempurna/normal (ISTA, 2006). Kondisi ideal yang distandarkan tersebut
dimaksudkan agar hasil pengujian suatu kelompok benih yang dilakukan di suatu
laboratorium memberikan hasil yang sama bila kelompok benih tersebut diuji di
laboratorium lainnya.
Faktor
lingkungan perkecamabahan yang diuji dalam penelitian adalah suhu, kelembaban,
dan lama pencahayaan yang dibutuhkan dalam proses perkecambahan benih.
Rancangan acak faktorial dan uji Duncan digunakan untuk menentukan kombinasi
perlakuan terbaik untuk uji perkecambahan suatu jenis.
Penentuan
kecambah normal dilakukan dengan mengklasifikasikan tipe kecambah ke dalam 3 -
4 kelas untuk setiap jenis berdasarkan panjang kecambah (kotiledon dan
radikel), sistem perakaran, perkembangan tunas, muncul dan berkembang daun.
Setiap kelas tersebut disapih ke dalam polibag dan diamati serta diukur
perkembangannya hingga pada tingkat bibit siap tanam. Kelas tipe kecambah yang
memberikan pertumbuhan baik di persemaian dijadikan kriteria kecambah yang
dikategorikan normal.
Hitungan
awal dan akhir perkecambahan didasarkan pada metode grafik. Hitungan awal
diperoleh dari nilai puncak kecepatan berkecambah harian yang menunjukkan tahap
awal perkecambahan. Hitungan akhir didasarkan pada nilai perkecambahan maksimal
yang diperoleh dengan rumus (anonymous,2010).
Tahap – Tahap Perkecambahan
Ada 5 tahap perkecambahan biji yaitu : 1) tahap yang dimulai dengan
proses penyerapan air oleh benih, melunaknya kulit biji dan hidrasi dari
protoplasma ; 2)tahap yang dimulai dengan kegiatan – kegiatan sel dan enzim –
enzim serta naiknya tingkat respirasi benih ; 3)tahap dimana terjadi bentuk –
bentuk yang melarut dan ditranslokasikan ke titik – titk tumbuh ; 4 )tahap yng
ditandai dengan asimilasi dari bahan – bahan yang telah diuraikan tadi di
daerah meristematik untuk menjadi energi bagi kegiatan pembentukan komponen dan
pertumbuhan sel – sel baru ; 5) tahap yang ditandai dengan adanya pertumbuhan
dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran , dan pembagian sel – sel
pada titik tumbuh (Sutopo , 1998).
Secara
visual dan morfologi suatu biji atau benih yang berkecambah umumnya ditandai
dengan terlihatnya akar dan daun yang menonjol keluar dari biji. Pada kondisi
yang menguntungkan , maka suatu benih akan berkecambah ( Arijani, 1992 )
Faktor – faktor yang mempengaruhi
perkecambahan
Perkecambahan
suatu benih dapat dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu :
a. Faktor
Internal (Dalam)
faktor internal yang dapat
mempengaruhi perkecambahan benih berasal dari benih itu sendiri diantaranya :
- Tingkat Kemasakan Benih
Benih yang dipanen
sebelum tingkat kematangan fisiologisnya tercapai tidak mempunyai daya tumbuh
yang tinggi. Bahkan pada beberapa jenis tanaman, benih yang demikian tidak akan
berkecambah, karena diduga pada tingkat tersebut benih belum mempunyai cadangan
makanan yang cukup dan pembentukan embrio belum sempurna.
- Kekerasan benih
Kulit biji yang
keras sangat menghambat proses perkecambahan. Kekerasan kulit biji merupakan
hambatan fisik terhadap perkecambahan embrio sehingga kurang mampu menyerap air
dan oksigen serta karbondioksida tidak dapat keluar secara baik yang berakibat
proses respirasi tidak sempurna (Mugnisjah, 1995).
-
Ukuran benih
Ukuran benih
tampak berhubungan nyata dengan vigor benih. Di duga bahwa benih yang mempunyai
ukuran besar dan berat mempunyai cadangan makanan yang lebih banyak jika
dibandingkan dengan benih yang berukuran kecil ( Sutopo, 1998).
-
Dormansi
Dormansi adalah
kemampuan biji untuk menangguhkan perkecambahannya sampai pada saat dan tempat
yang menguntungkan baginya untuk tumbuh ( Abidin, 1987 ).
-
Penghambat
Banyak zat yang
menghambat perkecamahan benih antara lain : 1) Bahan – bahan yang menggganggu
lintasan metabolisme, umumnya menghamat respirasi sepert : sianida,
destrifenol, acide, fluoride, hidroxilamin, dan lain – lain ; 2) larutan dengan
tingkat osmotik , misalnya manitoi dan larutan NaCl. 3) Herbisida; 4) Courmarin
; 5) Auxin ( Nadhifah, 2004 ).
b. Faktor
eksternal ( luar )
Faktor
luar yang dapat mempengaruhi perkecambahan yaitu :
-
Air
Air merupakan faktor yang
menentukan di dalam kehidupan tumbuhan, tanpa adanya air tidak bisa dilakukan
sebagai proses kehidupan apapun ( Kamil, 1979).
-
Temperatur
Temperatur optimum adalah
temperatur yang paling menguntungkan bagi berlangsungnya perkecambahan benih,
pada kisaran temperatur ini terdapat presentase perkecambahan benih
-
Oksigen (O2)
Pada prosesperkecambahan
berlangsung proses respirasi yang mengakibatkan meningkatnya pengambilan
oksigen dan pelepasan CO2, air dan energi yang berupa panas. Terbatasnya O2
yang dipakai akan mengakibatkan terhambatnya proses perkecambahan benih .
-
Cahaya
Kebutuhan benih terhadap cahaya
untuk perkecambahan berbeda – beda tergantung jenis tanamannya. Berdasarkan
pengaruh cahaya terhadap perkecambahan benih dapat diklasifikasikan menjadi 4
golongan yaitu : a) golongan yang memerlukan cahaya ;b) golongan yang
memerlukan cahaya secara muthlak untuk mempercepat perkecambahan ; c) golongan
dimana cahay adapat menghambat perkecambahan ; d) golongan dimana benih dapat
berkecambah sama baiknya ditempat gelap maupun di tempat yang terdapat cahaya.
4. Penetapan
campuran Varietas Lain
Tujuan untuk
mengetahui % campuran varietas lain yang terdapat dalam kelompok benih dari
mana contoh benih itu diambil dengan cara-cara yang telah ditetapkan. Definisi
CVL adalah semua benih yang tidak termasuk dalam varietas yang dimaksud oleh
pengirim, tetapi masih termasuk dalam satu spesies.
b) Pengujian Khusus
Yaitu
pengujian tentang sifat-sifat benih yang mencirikan mutu spesifik dari benih
atau kelompok benih dan dilakukan atas permintaan khusus dari pengirim/pemilik
benih. Pengujian khusus yaitu :
1.
Penetapan berat 1000 butir.
2.
Pengujian heterogenitas kelompok benih.
3.
Pengujian viabilitas benih secara biokemis.
4.
Pengujian kesehatan benih.
5.
Pengujian vigor.
6.
Pengujian kebenaran/verifikasi jenis/kultivar.
No comments:
Post a Comment