Translate

Monday, January 7, 2013

PENELITIAN BENIH TANAMAN TEMBAKAU


LAPORAN MAGANG
PENELITIAN BENIH TANAMAN TEMBAKAU
Plasma Nutfah  
Plasma Nutfah merupakan substansi yang mengatur perilaku kehidupan secara turun termurun, sehingga populasinya mempunyai sifat yang membedakan dari populasi yang lainnya. Perbedaan yang terjadi itu dapat dinyatakan, misalnya dalam ketahanan terhadap penyakit, bentuk fisik, daya adaptasi terhadap lingkungannya dan sebagainya. Sedangkan menurut Pengertian atau Definsi yang terdapat pada Kamus Pertanian adalah substansi sebagai sumber sifat keturunan yang terdapat di dalam setiap kelompok organisme yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan atau dirakit agar tercipta suatu jenis unggul atau kultivar baru.
Pengelolaan plasma nutfah yang dilakukan dengan baik adalah cara untuk melindungi kelestarian genetik serta memelihara keragamannya, sehingga dapat dicegah kehilangannya plasma nutfah yang potensial untuk pemuliaan tanaman di masa depan. Eksistensi beberapa plasma nutfah menjadi rawan dan langka, bahkan ada yang telah punah akibat pemanfaatan sumber daya hayati dan penggunaan lahan sebagai habitatnya. Semua ini disebabkan oleh perbuatan manusia. Kebijakan pembangunan yang kurang memperhatikan kelestarian lingkungan pun turut berperan dalam proses kepunahan plasma nutfah tersebut. Dengan semakin banyaknya permasalahan konservasi plasma nutfah terutama di daerah-daerah rawan erosi plasma nutfah perlu penanganan permasalahan tersebut tidak mungkin hanya ditangani Komisi Nasional Plasma Nutfah. Masalah lain yang tidak kalah penting adalah perangkat hukum tentang pengamanan hayati. Para pakar sangat mendukung upaya penyusunan peraturan hukum tentang pengamanan hayati, sesuai komitmen Protokol Cartagena 2000. Namun rancangan undang-undang (RUU) tersebut hendaknya diintegrasikan dan selaras dengan UU tentang pelestarian plasma nutfah (Sastrapradja, 1993).
Karakteristik plasma nutfah merupakan kegiatan penting yang dapat dilakukan melalui dua pemdekatan, yaitu berdasarkan ciri fenotif dan genotif. Ciri fenotif terutama yang bersifat kualitatif perlu diidentifikasi karena selain menjelaskan keragaman tanaman secara mudah, ciri ini menurut kasno ( 1994 ) sering digunakan sebagai penciri utama gentip karena ciri tersebut tidak atau sedikit sekali dipengaruhi oleh lingkungan serta mudah sekali diwariskan. Sedangkan data fenotif kuantitatif umumnya dikendalikan oleh banyak gen dan penampilan sifat tersebut merupakan hasil interaksi faktor genetik dan lingkungan (Suwarso, 1999).

Pengertian Benih
            Dalam pengertian ilmu tumbuhan (botany) atau tepatnya secara embriologis,yang dimaksud dengan benih adalah biji yang berasal dari ovule. Ovule dalam pertumbuhannya setelah masak lalu menjadi biji (seed) , sedangkan integumennya menjadi kulit biji dan ovary menjadi buah.jadi dapat dikatakan bahwa istilah benih mempunyai pengertian lebih bersifat agronomis, sedangkan biji lebih bersifat biologis ( Murniati dkk, 1990 )
            Menurut Kamil (1979) dalam bahasa Indonesia, di bidang pertanian, benih sinonimous dengan biji atau tampang, yang dalam bahasa inggris dipakai istilah seed atau grain. Benih atau biji mempunyai arti dan pengertian bermacam – macam, tergantung dari bidang dan segi mana peninjaunnya. Akan tetapi dalam bidang bercocok tanam yang dimaksud dengan benih adalah fase generatif dari siklus kehidupan tumbuhan yang dipakai untuk memperbanyak dirinya secara generatif.

Penyimpanan Benih
            Penyimpanan benih (seed storage) merupakan upaya dalam pemecahan masalah penyediaan benih. Mengingat kebanyakan jenis pohon hutan tidak berbuah sepanjang tahun, maka diperlukan suatu cara penyimpanan yang baik yang dapat menjaga kestabilan benih baik jumlah maupun mutunya.
Penyimpanan dalam rangka pembenihan mempunyai arti yang luas, karena yang diartikan penyimpanan di sini adalah sejak benih itu mencapai kemasakan fisiologisnya sampai ditanam. Adapun tempat dan waktunya bisa terjadi ketika benih masih berada pada tanaman, di gudang penyimpanan atau dalam rangka pengiriman benih itu ke tempat atau daerah yang memerlukan. Selama dalam penyimpanan karena pengaruh beberapa faktor, mutu benih akan mengalami kemunduran (Kartasapoetra, 2003).
Selama penyimpanan benih, proses fisiologis tetap berlangsung sehingga harus diusahakan agar proses ini berjalan seminimal mungkin (Hendarto, 1996). Tujuan utama penyimpanan benih adalah untuk mempertahankan viabilitas benih selama periode simpan yang lama, sehingga benih ketika akan dikecambahkan masih mempunyai viabilitas yang tidak jauh berbeda dengan viabilitas awal sebelum benih disimpan.
Ketahanan benih untuk disimpan beragam tergantung dari jenis, cara dan tempat penyimpanan (Sutopo, 1988). Dalam kegiatan penanganan benih, secara umum benih dikelompokkan ke dalam dua golongan utama sesuai dengan kondisi penyimpanan yang dituntut, yaitu benih recalsitrant dan benih orthodox (Roberts, 1973a dalam Schmidt, 2000). Benih orthodox mampu disimpan dalam waktu yang lama pada kadar air benih yang rendah (2 – 5%) dan suhu penyimpanan yang rendah. Benih recalsitrant adalah benih yang viabilitasnya segera turun sampai nol jika disimpan dalam waktu yang lama dan kadar air yang rendah (Roberts, 1973 dalam Anonimous, 2010).
Pada benih recalsitrant, kadar air benih pada waktu masak lebih dari 30% sampai 50%, dan sangat peka terhadap pengeringan di bawah 12% sampai 30%. Kelompok species yang benihnya tahan terhadap pengeringan sampai kadar air benih yang rendah seperti pada benih orthodox, tetapi sangat peka terhadap suhu penyimpanan yang rendah, belakangan ini dikelompokkan dalam benih intermediate (Ellis et al., 1990 dalam Schmidt, 2000).
Menurut Schmidt (2000) dalam anonymous 2010, benih orthodox tahan terhadap pengeringan dan suhu penyimpanan yang rendah, yaitu pada suhu 0 – 5o C dengan kadar air benih 5 – 7%. Dalam kondisi penyimpanan yang optimal, benih yang orthodox akan mampu disimpan sampai beberapa tahun. Pada saat masak, kadar air benih pada kebanyakan benih orthodox sekitar 6 – 10%. Benih orthodox banyak ditemukan pada zona arid, semi arid dan pada daerah dengan iklim basah, di samping itu juga ada yang ditemukan pada zona tropis dataran tinggi.
Benih recalsitrant didefinisikan sebagai benih yang tidak tahan terhadap pengeringan dan suhu penyimpanan yang rendah, kecuali untuk beberapa species temperate recalsitrant. Tingkat toleransinya tergantung dari species masing-masing, umtuk benih species dari daerah tropik kadar air benih yang dianjurkan untuk penyimpanan adalah 20 – 35% dan suhu penyimpanan 12 – 15° C. kebanyakan benih recalsitrant hanya mampu disimpan beberapa hari sampai dengan beberapa bulan. Benih recalsitrant pada waktu masak, kadar air benih sekitar 30 – 70%. Benih recalsitrant banyak ditemukan pada species dari zona iklim tropis basah, hutan hujan tropis, dan hutan mangrove, beberapa ditemukan pada zona temperate dan sedikit ditemukan pada zona panas.
Faktor – faktor yang mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan dibagi menjadi faktor internal dan eksternal. faktor internal mencangkup sifat genetik, daya tumbuh dan vigor, kondisi kulit dan kadar air benih awal. Faktor eksternal antara lain kemasan benih , komposisi gas, suhu dan kelembaban ruang simpan ( Anonymous, 2009 )

Pengujian Mutu Benih
Pengujian mutu benih merupakan salah satu bagian yang sangat penting dari suatu proses produksi benih di samping pemeriksaan lapangan, penanganan hasil produksi dan pelabelan. Laboratorium berperan besar dalam menyajikan data hasil uji yang tepat, akurat dan tak terbantahkan baik secara ilmiah maupun hukum, dimana data tersebut harus memenuhi persyaratan :
a.       Obyektif, data yang dihasilkan harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
b.       Representatif, data mewakili lot benih.
c.        Teliti dan tepat data terjamin kebenarannya.
d.       Tepat waktu sesuai dengan kebutuhan pada sat tertentu.
e.        Releven, menunjang persoalan yang dihadapi.
Data hasil pengujian contoh benih mencerminkan mutu lot benih, dimana contoh tersebut diambil dan dari kata tersebut dapat ditentukan masa berlaku label. Adapun faktor yang menentukan kebenaran dan kehandalan pengujian yang dilakukan laboratorium, yaitu:
a.           Personal yang kompeten.
b.           Kondisi akomodasi dan lingkungan.
c.           Metode pengujian dan validasi metoda.
d.          Peralatan yang terkalibrasi dan terawat.
e.           Ketetelusuran pengujuran.
f.            Tata cara Pengambilan contoh yang benar.
g.           Penanganan terhadap contoh yang akan diuji.
h.           Jaminan mutu hasil pengujian.
i.             Laporan hasil uji.
Adapun jaminan mutu hasil pengujian merupakan salah satu persyaratan teknis yang harus dipenuhi dalam penerapan SNI ISO/IEC 17025 : 2008. Pengujian yang dilakukan oleh laboratorium penguji benih merupakan bagian dari pengambilan keputusan yang sangat penting sehingga diperlukan suatu mekanisme untuk membantu keabsahan data yang dikeluarkan laboratorium yang bersangkutan.
Pengujian benih laboratoris bertujuan untuk mendapatkan keterangan tentang mutu suatu kelompok benih yang digunakan untuk keperluan sertifikasi, pelabelan atau ceking mutu.

Macam – Macam  Pengujian Mutu Benih
a) Pengujian Rutin
Yaitu pengujian untuk keperluan pengisian atau pengecekan data label yang terdiri dari :
1.    Penetapan Kadar Air
Tujuan untuk menentukan kadar air benih dengan menggunakan metoda yang sesuai untuk pengujian rutin. Definisi yang dimaksud kadar air benih adalah berat air yang hilang karena pengeringan sesuai dengan aturan yang ditetapkan kadar air benih dalam % terhadap berat awal contoh benih.
Kadar air adalah hilangnya berat ketika benih dikeringkan sesuai dengan teknik atau metode tertentu. Metode pengukuran kadar air yang diterapkan dirancang untuk mengurangi oksidasi, dekomposisi atau hilangnya zat yang mudah menguap bersamaan dengan pengurangan kelembaban sebanyak mungkin (ISTA, 2006). Dalam penentuan uji kadar air digunakan 2 metode oven, yaitu metode temperatur rendah 103±2°C dan metode temperatur tinggi 130 - 133°C. Kedua metode tersebut dapat digunakan dalam penentuan kadar air (Mugnisjah dkk, 1995).
Metode pengeringan oven telah mempertimbangkan bahwa hanya air saja yang diuapkan selama pengeringan. Namun, bagaimanapun juga senyawa yang mudah menguap mungkin ikut menguap yang akan menyebabkan hasil pengukuran over estimation. Sebagai contoh, pada beberapa benih Abies sebagian resin ikut menguap ketika benih dibelah sehingga kadar air yang dihasilkannya lebih tinggi (Bonner, 1991 dalam Poulsen, 1994). Dengan demikian, kadar air yang ditentukan dengan metode oven mungkin saja tidak merepresentasikan kadar air benih yang sesungguhnya (Poulsen, 1994). Namun, bagaimanapun juga metode pengeringan oven merupakan metode yang digunakan sebagai metode standar (Edwards, 1987; ISTA, 1999; ISTA 2006) bila dibandingkan dengan metode lainnya yang masih harus dikalibrasi. Pemilihan metode pengukuran kadar air yang paling tepat adalah apabila cara tersebut mampu memberikan nilai kadar air tertinggi (Willan, 1985).
Adanya banyak air dalam benih, maka pernafasan akan dipercepat sehingga benih akan banyak kehilangan energi. Pernafasan yang hebat disebabkan oleh air yang ada dalam biji dan temperatur lingkungan. Penyimpanan benih yang baik harus memperhatikan dua hal, yaitu sifat asli benih dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi benih. Antar kedua hal tersebut terdapat hubungan erat yang dapat mempunyai pengaruh yang menguntungkan atau merugikan terhadap viabilitas benih.
Jika kadar air benih lebih rendah daripada tingkat keseimbangannya dengan kelembaban udara, maka benih akan menyerap uap air dari udara. Sebaliknya jika kadar air benih lebih tinggi daripada tingkat keseimbangan dengan kelembaban udara, maka kadar air benih akan turun atau benih melepaskan uap air ke udara. Keseimbangan antara kadar air benih dengan kelembaban udara relatif dalam penyimpanan dilukiskan dalam kurva keseimbangan higroskopis.
2.  Pengujian Kemurnian
    Tujuan untuk menentukan % komposisi berdasarkan berat contoh yang diuji dan berdasarkan fakta untuk menentukan komposisi lot benih dan mengidentifikasi berbagai spesies benih dan kotoran benih dalam contoh benih.
Prinsipnya memisahkan contoh benih dalam 3 komponen yaitu : Benih Murni, Benih Tanaman Lain dan Kotoran Benih selanjutnya ke 3 komponen tersebut di % berdasarkan beratnya.
3.  Pengujian Daya Berkecambah
     Pengujian ini dilakukan untuk menentukan potensi perkecambahan maksimum dari suatu lot benih, yang dapat digunakan untuk membandingkan mutu benih dari lot yang berbeda.
Pengujian pada kondisi lapangan biasanya tidak memberikan hasil yang memuaskan karena tidak dapat diulang dengan hasil yang akurat. Oleh karena itu metoda pengujian laboratorium telah dikembangkan dimana kondisi lingkungan dikendalikan sedemikian rupa untuk mendapatkan tingkat perkecambahan yang optimal.
Pengujian daya kecambah adalah mengecambahkan benih pada kondisi yang sesuai untuk kebutuhan perkecambahan benih tersebut, lalu menghitung presentase daya berkecambahnya. Persentase daya berkecambah merupakan jumlah proporsi benih-benih yang telah menghasilkan perkecambahan dalam kondisi dan periode tertentu.
Tujuan dari pengujian daya berkecambah adalah :
a)  Memperoleh informasi nilai penanaman benih dilapangan
b)  Membandingkan kualitas benih antar seed lot (kelompok benih)
c)  Menduga storabilitas (daya simpan) benih
d) Memenuhi apakah nilai daya berkecambah benih telah memenuhi peraturan yang berlaku.
     Hal yang pertama dilakukan untuk uji daya kecambah yaitu, menentukan contoh kerja untuk uji daya kecambah. Contoh uji merupakan benih murni (benih yang tidak tercampur dengan benih jenis lain dan atau kotoran) yang diambil dari benih komposit. Contoh uji untuk perkecambahan adalah 100 butir untuk setiap ulangan (4 ulangan tiap kelompok benih).
    Penentuan metode uji perkecambahan dilakukan dengan menguji 3 faktor yang mempengaruhi perkecambahan, yaitu media tabur/metode perkecambahan, perlakuan pendahuluan, dan lingkungan perkecambahan. Media tabur meliputi pasir, tanah, cocopeat, arang aktif, dan campurannya), sedangkan metode uji meliputi uji di atas kertas (UDK), uji antar kertas (UAK) dan uji kertas digulung didirikan dalam plastik (UKDdp). Perlakuan pendahuluan disesuaikan dengan karakter benihnya, seperti perlakuan rendam air dingin 24 jam, rendam air panas (80°C) dan dibiarkan dingin selama 24 jam, rendam-jemur selama 1 hingga 6 hari, pengikiran kulit benih pada bagian ujung kotiledon, perendaman dalam H2SO4 (2 N selama 24 jam dan 20 N selama 30 menit – 1 jam) dan perendaman dalam KNO3 0,2%, dan perendaman dalam larutan GA3 0,05%.
    Metode uji perkecambahan benih di laboratorium ditujukan untuk mengetahui jumlah maksimal benih yang dapat berkecambah pada kondisi optimal (Scholer dan Stubsgaard, 1994). Metode uji di laboratorium merupakan metode yang memberikan kondisi yang terkontrol yang memungkinkan benih dapat tumbuh serempak, cepat dan sempurna/normal (ISTA, 2006). Kondisi ideal yang distandarkan tersebut dimaksudkan agar hasil pengujian suatu kelompok benih yang dilakukan di suatu laboratorium memberikan hasil yang sama bila kelompok benih tersebut diuji di laboratorium lainnya.
   Faktor lingkungan perkecamabahan yang diuji dalam penelitian adalah suhu, kelembaban, dan lama pencahayaan yang dibutuhkan dalam proses perkecambahan benih. Rancangan acak faktorial dan uji Duncan digunakan untuk menentukan kombinasi perlakuan terbaik untuk uji perkecambahan suatu jenis.
   Penentuan kecambah normal dilakukan dengan mengklasifikasikan tipe kecambah ke dalam 3 - 4 kelas untuk setiap jenis berdasarkan panjang kecambah (kotiledon dan radikel), sistem perakaran, perkembangan tunas, muncul dan berkembang daun. Setiap kelas tersebut disapih ke dalam polibag dan diamati serta diukur perkembangannya hingga pada tingkat bibit siap tanam. Kelas tipe kecambah yang memberikan pertumbuhan baik di persemaian dijadikan kriteria kecambah yang dikategorikan normal.
   Hitungan awal dan akhir perkecambahan didasarkan pada metode grafik. Hitungan awal diperoleh dari nilai puncak kecepatan berkecambah harian yang menunjukkan tahap awal perkecambahan. Hitungan akhir didasarkan pada nilai perkecambahan maksimal yang diperoleh dengan rumus (anonymous,2010).
     Tahap – Tahap Perkecambahan
            Ada 5 tahap perkecambahan biji yaitu : 1) tahap yang dimulai dengan proses penyerapan air oleh benih, melunaknya kulit biji dan hidrasi dari protoplasma ; 2)tahap yang dimulai dengan kegiatan – kegiatan sel dan enzim – enzim serta naiknya tingkat respirasi benih ; 3)tahap dimana terjadi bentuk – bentuk yang melarut dan ditranslokasikan ke titik – titk tumbuh ; 4 )tahap yng ditandai dengan asimilasi dari bahan – bahan yang telah diuraikan tadi di daerah meristematik untuk menjadi energi bagi kegiatan pembentukan komponen dan pertumbuhan sel – sel baru ; 5) tahap yang ditandai dengan adanya pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran , dan pembagian sel – sel pada titik tumbuh (Sutopo , 1998).
          Secara visual dan morfologi suatu biji atau benih yang berkecambah umumnya ditandai dengan terlihatnya akar dan daun yang menonjol keluar dari biji. Pada kondisi yang menguntungkan , maka suatu benih akan berkecambah ( Arijani, 1992 )
Faktor – faktor yang mempengaruhi perkecambahan
Perkecambahan suatu benih dapat dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu :
a.       Faktor Internal (Dalam)
faktor internal yang dapat mempengaruhi perkecambahan benih berasal dari benih itu sendiri diantaranya :
- Tingkat Kemasakan Benih
Benih yang dipanen sebelum tingkat kematangan fisiologisnya tercapai tidak mempunyai daya tumbuh yang tinggi. Bahkan pada beberapa jenis tanaman, benih yang demikian tidak akan berkecambah, karena diduga pada tingkat tersebut benih belum mempunyai cadangan makanan yang cukup dan pembentukan embrio belum sempurna.
- Kekerasan benih
Kulit biji yang keras sangat menghambat proses perkecambahan. Kekerasan kulit biji merupakan hambatan fisik terhadap perkecambahan embrio sehingga kurang mampu menyerap air dan oksigen serta karbondioksida tidak dapat keluar secara baik yang berakibat proses respirasi tidak sempurna (Mugnisjah, 1995).
-       Ukuran benih
Ukuran benih tampak berhubungan nyata dengan vigor benih. Di duga bahwa benih yang mempunyai ukuran besar dan berat mempunyai cadangan makanan yang lebih banyak jika dibandingkan dengan benih yang berukuran kecil ( Sutopo, 1998).


-       Dormansi
Dormansi adalah kemampuan biji untuk menangguhkan perkecambahannya sampai pada saat dan tempat yang menguntungkan baginya untuk tumbuh ( Abidin, 1987 ).
-       Penghambat
Banyak zat yang menghambat perkecamahan benih antara lain : 1) Bahan – bahan yang menggganggu lintasan metabolisme, umumnya menghamat respirasi sepert : sianida, destrifenol, acide, fluoride, hidroxilamin, dan lain – lain ; 2) larutan dengan tingkat osmotik , misalnya manitoi dan larutan NaCl. 3) Herbisida; 4) Courmarin ; 5) Auxin ( Nadhifah, 2004 ).
b.      Faktor eksternal ( luar )
Faktor luar yang dapat mempengaruhi perkecambahan yaitu :
-       Air
Air merupakan faktor yang menentukan di dalam kehidupan tumbuhan, tanpa adanya air tidak bisa dilakukan sebagai proses kehidupan apapun ( Kamil, 1979).
-       Temperatur
Temperatur optimum adalah temperatur yang paling menguntungkan bagi berlangsungnya perkecambahan benih, pada kisaran temperatur ini terdapat presentase perkecambahan benih
-       Oksigen (O2)
Pada prosesperkecambahan berlangsung proses respirasi yang mengakibatkan meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan CO2, air dan energi yang berupa panas. Terbatasnya O2 yang dipakai akan mengakibatkan terhambatnya proses perkecambahan benih .
-       Cahaya
Kebutuhan benih terhadap cahaya untuk perkecambahan berbeda – beda tergantung jenis tanamannya. Berdasarkan pengaruh cahaya terhadap perkecambahan benih dapat diklasifikasikan menjadi 4 golongan yaitu : a) golongan yang memerlukan cahaya ;b) golongan yang memerlukan cahaya secara muthlak untuk mempercepat perkecambahan ; c) golongan dimana cahay adapat menghambat perkecambahan ; d) golongan dimana benih dapat berkecambah sama baiknya ditempat gelap maupun di tempat yang terdapat cahaya.
4.  Penetapan campuran Varietas Lain
   Tujuan untuk mengetahui % campuran varietas lain yang terdapat dalam kelompok benih dari mana contoh benih itu diambil dengan cara-cara yang telah ditetapkan. Definisi CVL adalah semua benih yang tidak termasuk dalam varietas yang dimaksud oleh pengirim, tetapi masih termasuk dalam satu spesies.

b) Pengujian Khusus
Yaitu pengujian tentang sifat-sifat benih yang mencirikan mutu spesifik dari benih atau kelompok benih dan dilakukan atas permintaan khusus dari pengirim/pemilik benih. Pengujian khusus yaitu :
1.       Penetapan berat 1000 butir.
2.       Pengujian heterogenitas kelompok benih.
3.       Pengujian viabilitas benih secara biokemis.
4.       Pengujian kesehatan benih.
5.       Pengujian vigor.
6.       Pengujian kebenaran/verifikasi jenis/kultivar.

No comments: